
Pagi-pagi kelihatan mereka uda bersimbah peluh.
Itu karena mengangkat barang dari gudang ke toko pajangan. Setelah selesai pengeluaran
peluh (keringat) pun dilanjutkan dengan melayani pembeli. Belanjaan pembeli
dibungkus rapi, dikemas dalam beberapa kardus dan mengantarnya ke pelabuhan.
Umur mereka terpaut dua tahun, lelaki dua
beradik. Mereka bekerja pada paman mereka pada sebuah toko yang sangat ramai.
Kelewat ramainya, sebuah toko harian itu tidak mampu lagi menampung ratusan
items barang. Terpaksa menjadikan toko di sudut lain sebagai gudang (shed).
Keduanya warga tionghoa. Seharusnya mereka dalam
umur menikmati sekolah menengah atas. Tapi pilihan mereka atau keluarga tidak
demikian. Tapi harus membantu paman dalam berdagang sekaligus dalam mencapai
reward harapan berupa gaji dan pengalaman pengelolaan sebuah usaha pedagangan
grosir keluarga sejak dini.
Tidak cukup sampai disitu, sorenya barang pasokan
dari distributor juga datang. Peluh pun seperti tak mau berhenti membasahi baju
dan celana pendeknya. Barang dari pelabuhan itupun mesti diangkut ke gudang.
Malamnya mereka tak pernah kelihatan batang hidungnya. Mungkin menikmati waktu
malam untuk istirahat.
Inilah jiwa muda yang kompak. Keberhasilan
keluarga tidak melenakan mereka untuk sempat manja dan melenakan diri dalam
nikmat kesuksesan keluarga. Mala sebaliknya bisa terlecut untuk juga sukses
seperti keluarga terdahulu (mesti memikul tidak sekolah.) Bukankah banyak jiwa
muda yang mala menghabiskan harta orang tua?, ini patut tidak dicontoh.
Yang jadi pertanyaan. Siapa yang mampu
mementorisasi jiwa bermain mereka menjadi pekerja yang ulet dan tanpa kenal
lelah. Apakah karena orang tua, famili, ataukah kesadaran dari mereka sendiri.
Ketiga-tiganya benar. Orang tua berperan dalam
mengasah dan melecut kesesuaian anaknya dalam menentukan jati diri sang anak,
mereka sudah tahu jalan yang mesti ditempuh anaknya. Itu jika orang tua masih
punya wibawa, ilmu, dan harta dalam memberi bukti pada anaknya. beginilah
seharusnya.
Family juga berperanan ikhlas dalam
membantu dan mengangkat keluarga yang lain. Inilah mungkin mega pencapaian
cita-cita atau janji mereka terdahulu jika mereka sukses juga bersedia membina
dan membantu keluarga yang lain. Karena mereka juga menyadari sukses selama ini
pun juga hasil binaan generasi sebelumnya.
Lalu bagaimana kesadaran dari diri sendiri. Siapa
gerangan yang membangkitkan atau menanamkan sehingga mereka mau berpeluh-peluh
banting tulang sejak dini, melawan keinginan waktu bermain mereka. Mau
menyadari bahwa dagang adalah jalan terbaik bagi masa depan mereka. Adakah
karena mereka kaum minoritas di negara ini sehingga lecutan keluarga menjadi
cepat membawa kesadaran dalam diri mereka?
Baiklah…
Kesadaran alami memang ada yang terbangkit datang
dari batin berupa keyakinan ”aku pasti bisa.” Dan iapun menjalaninya dalam
bimbingan dan sentuhan dorongan keluarga (family)
Adakah cukup dengan kesadaran dan mengucapkan
kata ‘bisa.’ Semudah itukah Jalan untuk sukses.? Ya, bakat dan talenta diri
(kata hati) kadang berani mengatakan itu pada diri sesorang (self motivated).
Maka tanyalah apa kemauan dan bakat kita, sekarang juga. Dan tanamkan serta
jiwai itulah keinginan. Yakinlah suatu saat itu akan datang. Pasti datang,
walau tidak persis, tapi bisa saja mendekati. Ini keberuntungan yang telah
melekat pada qolbu kedua anak ini.
Selain menilik kata hati (bertanya pada bakat)
Nasehat yang mengena bisa saja menyadarkan dan mendewasakan mereka pada posisi
yang benar harus dijalani.
Sejenak kita merenung ke hal lain tentang
nasehat; Jika pernah sekolah, coba ingat apa saja kata-kata yang baik yang
masih mengiang dari guru-guru kita. Kalau rajin membaca, apa kira-kira bacaan
yang selalu menempel dan mengiangkan kita harus berbuat demikian. Jika kita
suka dan berminat (nasehat diri-sendiri) pada sesuatu jalan/keinginan, apa
kira-kira yang sudah ditempuh untuk implementasinya.
Setelah nasehat, berikutnya mari kita renungi
berupa penyadaran; Kita sadari bahwa sesuatu kepandaian, skill, dan usaha
perdagangan itu perlu dipelajari terlebih dahulu. Konsep jitunya adalah dengan
memperbanyak jam terbang dalam bekerja, berlatih, dan kemudian baru mencobanya
sendiri (try and trial) sambil terus dalam proses pelatihan diri. Jika masih
terjadi kegagalan toh.. masih dalam proses memperbanyak waktu menempuh
tujuan. Sampai ada mentor mengatakan, ”Kita buat gagal itu menyerah pada
kita,” hehe.
Memperbanyak jam terbang inilah kita samakan dengan
memperdalam ilmu. Ilmu yang akan kita geluti. Semakin beresiko perjalanan dan
terjal yang kita lalui semakin besar pula reward kesuksesan yang akan
didapatkan.
Lalu timbul pertanyaan setelah kita mengalun
nasehat dan terbuai penyadaran diri; Kita bekerja untuk mencari harta (gaji)
atau mencari pengalaman (ilmu). Dua-duanya adalah pilihan terbaik tergantung
dari sudut mana yang kita sukai. Mau mencari harta, silahkan. Toh.. pengalaman
itu akan mengikutinya. Begitu juga mau mengatakan cari pengalaman silakan saja,
toh.. uang juga akan mengikutinya. Tidak ada yang sia-sia kalau tubuh dari pagi
sudah bergerak dengan tujuan mencari rezeki. Makanya kita disuruh bertebaran di
muka bumi dimulai di kala pagi.
Setelah kita kuat dalam nasehat, penyadaran,
sekarang mari kita lecut pada pembandingan ketika sudah action. Kita
Lihat pendaki gunung. Tentu berbeda reward dan aplaus pendaki gunung tengkuban
perahu dengan para pendaki gunung kilimanjaro. Artinya; semakin besar
pengorbanan, semakin banyak rintangan, semakin bekerja keras, pantang menyerah
tentu kita akan memperoleh hasil yang baik pula.
Maka, jika anda masih muda saat membaca tulisan
ini, tiada salahnya bercita-cita dan menanamkan bahwa anda telah mampu berpikir
untuk masa depan yang lebih baik tanpa bermanja-manja dari hasil orang tua atau
keluarga yang lain. Dan bahwa, menuruti keinginan dari diri sendiri itu akan
membentuk kedewasaan diri dalam pengalaman tindak lanjut dalam mengambil
keputusan yang terbaik kelak.
Saatnya tiada salah bekerja dengan sesungguhnya
bersama usaha keluarga, famili, kenalan, atau usaha siapa saja. Dimulai hari
ini dan kedepannya ilmu-ilmu bekerja itu berpindah padamu. Dan ilmu-ilmu itu
(pengalaman) makin mendapat puncaknya bila di-update sesuai kondisi
kekinian. Seperti mengikuti model pakaian dan aliran musik yang sedang ngetrend.
Lalu bagaimana kisah dua beradik itu? Yang
satunya telah berhasil buka usaha perabot yang laris di kota yang sama. Dari
sukses usaha perabotnya iapun kini gencar ekspansi usaha pada aneka items peralatan
rumah tangga yang menggunakan listrik. Ia jadi bos disaat usia yang sangat
muda, kemudian ia juga nekat berkeluarga di usia dininya. Siapa yang beri
modal? Siapa lagi kalau bukan paman yang pernah dibantunya dari pagi berpeluh
hingga sore.
Semoga ketekunan dua anak muda ini menjadi
renungan buat generasi mudah, sesuai dengan bakat, talenta, dan keinginan
masing-masing, tidak mesti persis.
Batam, 08 November 2009 edukasi.compasiana.com